Bukan Sekedar Botol Minum, Tumbler Jadi Identitas Generasi Z

5 jam lalu
Bagikan Artikel Ini
img-content
Ilustrasi Menggunakan Tumbler
Iklan

Gen Z menjadikan tumbler sebagai simbol gaya sekaligus kepedulian lingkungan. Apakah tren ini sekadar gaya, atau langkah nyata keberlanjutan?

***

Fenomena membawa tumbler ke berbagai aktivitas sehari-hari kini menjadi ciri khas generasi Z. Botol minum yang sebelumnya hanya dipandang sebagai alat praktis, kini menjelma menjadi simbol gaya hidup, bahkan identitas sosial. Generasi Z, sebagai kelompok yang tumbuh dalam era digital dan krisis lingkungan, menempatkan tumbler pada posisi yang lebih dari sekadar benda fungsional. 

Salah satu ciri Gen Z adalah kecenderungan untuk mengekspresikan diri melalui benda sehari-hari. Tumbler dengan desain unik, warna pastel, atau logo merek tertentu menjadi medium untuk menunjukkan identitas dan preferensi mereka. Di balik itu, muncul pula narasi tentang kesadaran lingkungan. Menurut penelitian Rahmawati & Destiana (2019) tentang How Generation Z Perceived Tumbler: A Marketing Mix, keputusan Gen Z membeli tumbler dipengaruhi faktor produk, harga, tempat, dan promosi. Artinya, tumbler tidak hanya dilihat sebagai alat, tetapi sebagai produk yang terikat dengan citra, status, dan nilai.

Namun, di titik ini kita bisa bertanya: apakah tumbler benar-benar menjadi simbol kesadaran ekologis, ataukah lebih merupakan ekspresi gaya hidup yang kebetulan selaras dengan isu lingkungan? Pertanyaan ini penting, karena akan menentukan sejauh mana tumbler menjadi gerakan berkelanjutan, bukan hanya tren musiman.

Penelitian The Switching Intention of Gen Z to Bring Tumblers (Jurnal Minds, 2024) menunjukkan bahwa faktor sosial dan sikap lebih menentukan niat Gen Z membawa tumbler dibanding pengetahuan lingkungan semata. Hal ini mengandung paradoks: generasi yang dianggap paling melek isu lingkungan ternyata belum tentu bertindak hanya karena pengetahuan. Mereka memerlukan dorongan sosial, pengaruh teman sebaya, atau tren media.

Paradoks ini memperlihatkan bahwa gaya hidup ramah lingkungan di kalangan Gen Z bukan semata hasil kesadaran ekologis murni, tetapi juga produk dari konteks sosial budaya. Maka, penggunaan tumbler tidak hanya bisa dibaca sebagai aksi lingkungan, tetapi juga sebagai strategi untuk menyesuaikan diri dengan norma kelompok dan simbol status tertentu.

Meskipun penuh nuansa simbolik, penggunaan tumbler terbukti memiliki dampak nyata. Penelitian di Denpasar mengenai The Effectiveness of Tumbler Use in Reducing Plastic Waste menemukan bahwa konsumsi botol plastik siswa turun drastis dari rata-rata 2.618 botol per minggu menjadi sekitar 1 botol saja setelah tumbler digunakan secara rutin. Data ini mengafirmasi bahwa meskipun motivasi awal beragam entah karena tren, identitas, atau kesadaran hasil akhirnya tetap memberikan kontribusi positif bagi pengurangan sampah plastik.

Namun, kritik terhadap fenomena ini juga tidak bisa diabaikan. Pertama, akses terhadap fasilitas pengisian ulang air bersih masih terbatas. Tanpa dukungan infrastruktur, tumbler hanya akan berfungsi sebagai simbol tanpa makna praktis. Kedua, ada potensi “greenwashing” ketika produsen memasarkan tumbler sebagai produk ramah lingkungan, padahal proses produksi atau distribusinya tetap mencemari. Ketiga, harga tumbler berkualitas tidak selalu terjangkau bagi semua kalangan, sehingga menjadikannya lebih dekat dengan gaya hidup kelas menengah daripada gerakan massal. 

Pada akhirnya, fenomena tumbler di kalangan Gen Z bisa dibaca dalam dua arah. Di satu sisi, ia berpotensi menjadi sekadar tren gaya hidup, cepat berganti dengan simbol lain seiring perubahan arus media sosial. Di sisi lain, ia bisa menjadi pintu masuk untuk membangun kebiasaan ekologis yang lebih mendalam, terutama jika didukung oleh regulasi, fasilitas publik, dan kampanye keberlanjutan yang konsisten.

Sebagai opini pribadi, saya melihat tumbler bukan akhir, melainkan awal dari transformasi konsumsi generasi muda. Nilai utama bukan pada benda itu sendiri, tetapi pada kebiasaan kecil yang ditumbuhkan. Jika kebiasaan ini bisa mengakar, maka generasi Z bukan hanya konsumen gaya hidup, melainkan juga agen perubahan lingkungan.

Tumbler bagi Gen Z adalah cermin kompleksitas generasi ini: menggabungkan estetika, identitas, dan kesadaran. Fenomena ini mengingatkan kita bahwa gerakan keberlanjutan sering kali tidak lahir dari kesadaran tunggal, tetapi dari interaksi antara gaya hidup, tren sosial, dan praktik sehari-hari. Tantangannya adalah bagaimana menjadikan tren ini lebih dari sekadar simbol menjadikannya bagian dari transformasi budaya menuju keberlanjutan yang nyata.

 

Bagikan Artikel Ini
img-content
azizah ramadani

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler